Meskipun prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) mengatakan kekeringan tahun ini berlangsung normal, tetapi kondisi di lapangan
menunjukkan pasokan air sudah menyusut. Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Soenarno, menegaskan dari 72 waduk yang dipantau kondisi airnya menunjukkan sebanyak 23 waduk dalam kondisi kering.Bila pasokan air terus menyusut maka berdasarkan peraturan yang ada prioritas pertama pasokan air digunakan untuk air minum. Kekurangan air saat ini terjadi di Pulau Jawa, situasi di luar Pulau Jawa lebih baik bahkan dibeberapa tempat menunjukkan surplus.
Mengatasi kondisi kering seperti saat ini sangat direkomendasikan suatu teknologi penyediaan air adalah dengan pembuatan embung. Embung adalah kolam besar seperti waduk yang diharapkan dapat terus mengeluarkan air di musim kemarau. Dalam proses pembuatannya perlu memilih tempat sumber air yang dapat terus mengeluarkan air di musim kemarau.
Tujuan pembuatan embung antara lain, (1) menyediakan air untuk pengairan tanaman di musim kemarau, (2) meningkatkan produktivitas lahan, intensitas tanam, dan pendapatan petani di lahan tadah hujan, (3) mengaktifkan tenaga kerja pada musim kemarau sehingga mengurangi urbanisasi dari desa ke kota, (4) mencegah luapan air di musim hujan, menekan risiko banjir, (5) memperbesar �recharge� atau pengisiankembali air tanah.
Pembuatan embung tidak terikat oleh luas pemilikan lahan. Petani yang berlahan sempit atau luas, dapat membuat embung sesuai dengan kebutuhannya. Embung dapat dibangun secara bertahap; (1) awalnya dibuat dengan ukuran kecil lalu diperbesar pada masa berikutnya, (2) memperdalam embung yang ada, (3) membuat embung yang serupa di tempat lain.
Kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam pembuatan embung dapat dicicil atau dijadwalkan. Dapat dibuat dengan alat mekanik seperti backhoe dan buldozer atau dengan alat sederhana secara bergotongroyong.
Daerah-daerah yang sangat memerlukan embung adalah daerah yang mempunyai kondisi lebih kurang sebagai berikut : (1) kekurangan air sebesar 50-1000 mm/tahun, (2) wilayah tipe iklim C dengan 5-6 bulan basah, wilayah tipe iklim D dengan 3-4 bulan basah, wilayah tipe iklim E dengan kurang dari 3 bulan basah, (3) daerah yang tergolong kekurangan air yaitu, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara, Maluku, Kalimantan Timur dan Aceh Utara, (4) lahan tadah hujan yang kekurangan air diperkirakan di Indonesia seluas 800 ribu hektar.
Air embung dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti mengairi tanaman padi dan palawija pada saat musim kemarau. Apabila ketersediaan air di dalam embung terbatas, perlu dipertimbangkan penggunaannya apakah untuk mengairi padi atau palawija (kebutuhan air untuk setiap hektar pertanaman padi lebih kurang 200 mm/bulan atau debit air 1 liter/detik).
Penggunaan air embung untuk pengairan tanaman padi perlu mempertimbangkan jumlah air yang ada. Pengairan untuk tanaman padi hanya dilakukan pada saat kritis, yaitu pada fase primordia (bunting), pembungaan dan pengisian gabah. Air disalurkan ke petak pertanaman menggunakan pompa dan slang plastik hingga kondisi tanah jenuh air. Pengairan pada tanaman palawija atau hortikultura disarankan dengan cara menyiram seputar pangkal tanaman.
Tabel 1. Kebutuhan air untuk pengairan tanaman palawija dan hortikultura
Jenis Tanaman | Cara Pengairan | Kebutuhan air(m3/ha) |
Kacang-kacangan | Penyiraman 2 hari sekali sebanyak 0,2 liter per tanaman | 400 |
Pembasahan seluruh pertanaman pada saat tanam, umur 15 hari, pembungaan, dan pengisian biji� | 1.600 | |
Jagung | Penyiraman 2 hari sekali sebanyak 0,2 liter per tanaman | 650 |
Pembasahan seluruh pertanaman pada saat tanam umur 15 hari, pembungaan, dan pengisian biji. | 2.300 | |
Bawang Merah | Penyiram |
0 komentar:
Posting Komentar